Bukan hanya batuk, influenza atau sesak nafas saja yang perlu diperhatikan selama pandemi ini, namun kita juga perlu waspada dengan apa yang dinamakan penyakit Autoimun pada kulit.
Untuk diketahui Autoimun Kulit dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, karena penyakit ini merupakan penyakit yang bersifat kronis jangka panjang dan dan bersifat kambuhan. Pengobatan masih terbatas untuk mengatasi peradangan dan mengendalikan system imun yang terlalu aktif. Oleh sebab itu, pasien dihimbau untuk selalu melakukan control rutin dan pola hidup sehat untuk memperbaiki kualitas hidup mereka. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul terkait Autoimun Kulit yaitu mengenai kapan dan apakah pasiennya boleh vaksin Covid-19.
Terkait hal ini, dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia dalam menyatakan, “Yang paling penting adalah pengetahuan yang cukup dari pasien dan masyarakat secara umum terkait penyakitnya, bagaimana mencegahnya agar tidak kambuh, cara pengobatan yang benar dan kapan harus berobat, sampai akhirnya jika semuanya sudah terskrining dengan baik, dokter akan bisa memberikan saran kapan mereka bisa melakukan vaksinasi covid-19. Tentu bisa divaksin, tapi pastinya ada pemeriksaan terlebih dahulu.”
Ia menambahkan, Klinik Pramudia berusaha selalu berkontribusi terhadap program pemerintah agar cakupan vaksinasi covid-19 menjadi semakin luas, termasuk bagi para penderita penyakit Autoimun Kulit. “Klinik Pramudia berkomitmen untuk selalu memberikan edukasi kepada masyarakat luas, khususnya juga kepada pasien, terkait penyakit kulit. Saat ini kami ingin membagikan informasi terkait Autoimun Kulit, seperti Vitiligo, Psoriasis, dan Urticaria (Biduran), karena ketiganya merupakan kasus-kasus yang cukup meningkat di Klinik Pramudia selama masa pamdemi ini,” jelas dr. Anthony.
Penyakit autoimun sendiri merupakan suatu penyakit akibat gangguan system imun, dimana system imun ini salah mengenali sel tubuhnya sendiri. Normalnya, system imun membantu menyingkirkan infeksi virus dan bakteri. Namun pada penyakit autoimun, sel tubuh dianggap sebagai suatu benda asing yang akhirnya menyerang tubuhnya sendiri, dan ini masih tidak diketahui alasannya. Salah satu organ yang dapat mengalami gangguan autoimun adalah kulit1 , yang kemudian disebut Autoimun Kulit. dr. Amelia Soebyanto, Sp.DV, Spesialis kulit dan kelamin (Dermato-venereologi) Klinik Pramudia menyatakan, “Secara umum, gejala autoimun kulit yang biasa ditemukan adalah berupa bercak kemerahan atau bercak berwarna putih yang dapat terjadi pada permukaan kulit, rambut maupun kuku. Kadang disertai dengan lepuhan dan keterlibatan mukosa seperti mukosa mulut, mata maupun kelamin. Perjalanan penyakit autoimun kulit ini cenderung kronis jangka panjang dan bersifat kambuhan.”
Terkait factor risiko Autoimun Kulit, dr. Amelia menjelaskan bahwa hal ini terbagi menjadi dua, yaitu internal dan eksternal. “Penyakit autoimun kulit pada dasarnya bukan penyakit yang menular. Secara internal, Autoimun Kulit bisa terjadi karena faktor genetik, misalnya ada anggota keluarga yang juga mengidap penyakit yang sama. Secara eksternal, Autoimun Kulit ini bisa terjadi akibat factor lingkungan seperti infeksi, obat-obatan, merokok, obesitas, pajanan sinar UV yang berlebihan, dll,” tambahnya.
Tiga penyakit autoimun kulit yang kerap muncul selama masa pandemic ini ialah Psoriasis, Vitiligo, dan Urtikaria (biduran). dr. Amelia menjelaskan, psoriasis adalah penyakit peradangan kulit yang kronik dan sering kambuh, dapat timbul pada semua usia, terutama 15-30 tahun dan 50-60 tahun. Kedua yaitu Vitiligo, yang merupakan suatu kelainan kulit berupa bercak putih seperti kapur, kadang disertai gatal. Vitiligo dapat terjadi pada segala usia, namun sekitar 50% kasus terjadi sebelum usia 20 tahun dan prevalensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Ketiga yaitu Urtikaria, merupakan kondisi di mana terdapat lesi pada kulit yang meninggi dan gatal. Umumnya, lesi tersebut berwarna merah, dan terasa gatal hingga perih.
“Prevalensi urtikaria autoimun dilaporkan sekitar 0,05-3% dan ditemukan 2 kali lebih banyak pada perempuan dengan rentang usia 40-49 tahun. Secara umum, memang penyakit autoimun kulit bersifat kronis jangka panjang dan kambuhan. Namun hal ini bisa dicegah dengan control rutin dan pola hidup sehat. Pasien tentu harus menerapkan gaya hidup sehat, misalnya makan makanan bergizi yang kaya akan vitamin D dan menghindari rokok. Namun, menjaga kesehatan mental juga tak kalah penting bagi pasien, seperti tetap aktif dan berpikir positif, serta mampu memanajemen stress. Dan yang terpenting, segera melakukan konsultasi ke dokter spesialis kulit jika mengalami gejala atau jika mengalami kekambuhan,”
jelas dr.Amelia.
Terkait pengobatan, baik Psoriasis, Vitiligo, maupun Urtikaria tentu memiliki cara pengobatan spesifiknya masing-masing. Namun secara umum, tatalaksana penyakit Autoimun Kulit yaitu berupa obat oles (topikal), obat minum (oral), obat suntik, maupun fototerapi atau fotokemoterapi. “Pertimbangan pemberian terapi ini tentu disesuaikan dengan jenis penyakit, luas dan derajat keparahan penyakit, serta kondisi penyertanya atau komorbiditas. Selain obat-obatan, penatalaksanaan non-medikamentosa juga penting, yakni dengan menghindari garukan dan trauma, hingga manajemen stress yang baik juga berperan penting dalam membantu mengendalikan penyakit autoimun kulit ini,” jelas dr.Amelia.
dr. Amelia kembali menambahkan, pengobatan terhadap penyakit Autoimun Kulit menjadi tantangan tersendiri pada masa pandemi. Hal ini karena menurutnya, kondisi pandemik saat ini menganjurkan masyarakat untuk sebisa mungkin berada di rumah dan mengurangi aktivitas di luar, dan berdampak pada pasien yang takut untuk memeriksakan diri ke dokter serta memilih melakukan pengobatan sendiri di rumah yang justru seringkali memperberat kondisinya. Stress yang ditimbulkan oleh kondisi saat ini juga memicu kekambuhan penyakit autoimun kulit. “Pada intinya, jangan takut memeriksakan diri ke dokter spesialis kulit di masa pandemic ini karena tentu saja prosedur konsultasi dan pemeriksaan semuanya sesuai dengan protocol kesehatan. Terkait vaksin, pasien autoimun kulit tentu dapat memperoleh vaksin Covid-19, asalkan kondisinya terkontrol dan penggunaan obat sesuai dengan anjuran dan dibawah pengawasan dokter spesialis kulit (Sp.KK). Selain itu, perlu ada konsultasi menyeluruh pada pasien dengan penyakit penyerta seperti nyeri sendi, kadar gula yang tinggi, dan tekanan darah tinggi,” tutupnya. (red)