Citybuzz

Beser dan mengompol pada kelompok lansia dan laki-laki yang seringkali dianggap normal,namun pada hakekatnya merupakan gangguan kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup
Posted on Aug 20, 2021   |   Branding
Sering Beser dan Mengompol pada usia lansia dan dewasa dapat Mengurangi Kualitas Hidup

Beser dan mengompol pada kelompok lansia dan laki-laki yang seringkali  dianggap normal,namun pada hakekatnya merupakan gangguan kesehatan yang dapat menurunkan  kualitas hidup, menimbulkan gangguan seksual bahkan depresi. Masyarakat dihimbau untuk mewaspadai gangguan ini dan segera berkonsultasi kepada dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat. 

Mengenai hal ini, pada tahun 2020 Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) pernah melakukan penelitian  yang melibatkan 585 responden yang terdiri dari 267 pria dan 318 perempuan, menunjukkan bahwa 11,6% atau sekitar 68 dari responden mengalami gangguan berkemih. Artinya, sekitar 1 dari 10 orang memiliki gangguan tersebut. Hal ini pun merupakan hal yang cukup berpengaruh, baik dari segi kualitas hidup seseorang, hingga beban pengobatan di masyarakat. Untuk diketahui PERKINA merupakan organisasi multidisiplin yang beranggotakan dokter-dokter dari berbagai bidang spesialisasi.

Ketua PERKINA, Prof. dr. Harrina Erlianti Rahardjo, SpU (K), PhD pada Virtual Media beberapa waktu lalu mengatakan, “Mengompol atau Enuresis sendiri merupakan kondisi ketika seseorang tidak dapat 
menahan keluarnya air kencing yang bisa terjadi ketika seseorang tidur atau terbangun. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada anak-anak, namun juga bisa terjadi pada pria dewasa dan usia tua. Mengompol ini sendiri erat kaitannya dengan kondisi yang disebut Inkontinensia Urin, yaitu 
ketidakmampuan berkemih secara volunteer.”
 
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD, KGer, M.Epid, Divisi Geriati Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM mengatakan, ”Proses penuaan akan berdampak pada pengaturan sistem berkemih. Normalnya, sistem saraf parasimpatis akan melakukan stimulasi kontraksi otot-otot di kandung kemih (otot detrusor) dengan adanya reseptor muskarinik. Sementara sistem saraf simpatis menghambat kontraksi dengan adanya reseptor. Efek Penuaan 
akan berdampak terhadap peningkatan aktivitas otot detrusor, penurunan sensasi ingin berkemih, serta penurunan kekuatan otot sfingter di saluran kemih. Peningkatkan aktivitas otot detrusor dapat 
disebabkan oleh keadaan hiperrefleks seperti riwayat stroke, Parkinson, demensia serta instabilitas akibat proses penuaan, obstruksi, batu kandung kemih, atau pembesaran prostat.” 

Dalam paparannya, ia juga menjelaskan perbedaan beser dan mengompol, “Beser atau Overactive Bladder (OAB) merupakan sebuah gangguan fungsi berkemih yang mengakibatkan rasa ingin segera 
berkemih. Lebih lanjut, beser dapat menjadi salah satu jenisinkontinensia. Sementara, ngompol atau enuresis atau inkontinensia, adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing atau keluarnya air kencing (urin) tanpa dikehendaki.” 

“Terdapat 4 jenis inkontinensia yang sering kita jumpai,” lanjutnya, “Pertama, Inkontinensia Tekanan, yang merupakan jenis inkontinensia yang banyak dijumpai dengan prevalensi di Indonesia secara umum adalah 4% dengan lansia sebesar 4.8%. Yang kedua, Inkontinensia Dorongan/beser/urgensi/OAB, tipe ini paling banyak dijumpai pada populasi lansia (9.4%) dibandingkan umum (4.1%) dengan presentase laki-laki lansia tertinggi (11.2%). Ketiga, yaitu Inkontinensia Campuran, dengan pevalensi di Indonesia pada populasi umum sebesar 1.5% dengan lansia sebesar 4.0%. Terakhir, Inkontinensia Luapan, tipe ini ditemui pada pria karena berkaitan dengan obstruksi saluran berkemih yang disebabkan oleh pembesaran prostat, ataupun batu. Prevalensi di Indonesia secara umum sebesar 0.4% dengan lansia juga sebesar 0.4%.” 

Ia juga menerangkan bahwa terdapat beberapa penyebab inkontinensia yang dapat diperbaiki tanpa obat-obatan. Sehingga tidak perlu terlalu terburu-buru dalam memberikan obat bagi pasien inkontinensia. Tenaga medis pasti akan melakukan pengkajian yang lebih menyeluruh terlebih 
dahulu sebelum memberikan obat. Beberapa penyebab inkontinensia yang dapat kembali antara lain: Delirium, Infection, Atrophic vaginitis, Pharmaceuticals, Psychological problems, Endocrine 
disorder, Excess urine output, Reduced mobility, Stool impaction (skibala). Penyebab-penyebab ini dapat disingkat menjadi DIAPPERS untuk memudahkan menghafalkan. 

“Tata laksana dapat dilakukan secara Non-Farmakologi dan farmakologis. Tatalaksana non farmakologis dengan pembatasan asupan minum, tidak minum < 2 jam sebelum tidur (nocturia), 
mengurangi konsumsi kafein, alkohol, minuman bersoda, minuman manis, berhenti merokok, penurunan berat badan, Bladder retaining, latihan otot dasar panggul. Sementara itu, tatalaksana Farmakologi yang dapat dilakukan adalam dengan Anti-muskarinik/Anti-kolinergik, Penghambat reseptor, Agonis pembedahan apabila perlu,” jelasnya. 

Gangguan berkemih atau dikenal dengan Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan proses berkemih akibat masalah pada saluran kemih bawah 
yang di dalamnya termasuk kandung kemih, prostat, sfingter uretra, dan uretra. Gangguan ini sangat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. LUTS terbagi atas 3 tipe gejala yakni penyimpanan (storage), pengosongan (voiding), dan post-micturition. Inkontinensia urine adalah keluarnya urine secara tidak sadar dari saluran kemih Inkontinensia merupakan salah satu bentuk gejala LUTS berkaitan dengan proses penyimpanan.

Berdasarkan data survei yang dilansir pada tahun 2008 pada masyarakat di seluruh dunia, terdapat sekitar 8.2% dari total 348 juta penduduk saat itu yang mengalami IU dengan benua Asia sebagai 
penyumbang terbesar dan rasio antara laki-laki 1 : 2 perempuan. Dalam studi yang sama, sekitar18.4% dari seluruh populasi tersebut mengalami gangguan berkemih atau yang dikenal juga dengan LUTS. Data dari Indonesia yang diwakili dengan penelitian yang dilakukan Departemen Urologi RSCM-FKUI pada tahun 2014 menunjukkan bahwa sekitar 10.8% laki-laki dewasa dan 25% laki-laki lanjut usia di atas 60 tahun mengalami beser dan ngompol.
 
Dr. dr. Nur Rasyid, SpU (K), Departemen Medik Urologi FKUI-RSCM, menjelaskan lebih lanjut tentang LUTS, “Penyebab LUTS paling umum pada pria antara lain obstruksi prostat jinak atau dikenal juga 
dengan Benign Prostate Hyperplasia (BPH), overactive bladder/detrusor overactivity, dan poliuria nokturnal. Penyebab lainnya yang perlu dipertimbangkan antara lain batu ureter distal, tumor kandung kemih, striktur uretra, infeksi saluran kemih, benda asing, disfungsi neurogenik kandung kemih, chronic pelvic pain syndrome (CPPS)/prostatitis kronik, dan underactive bladder/detrusor underactivity.” Dalam paparannya, ia mengemukakan, “Tata laksana konservatif beser dan ngompol pada pria dan lansia secara umum yang dapat dilakukan oleh pasien dengan gangguan berkemih sebelum diagnosis ditegakkan adalah: menggunakan pampers, menjaga berat badan sesuai rekomendasi berdasarkan indeks massa tubuh yang ideal, menghindari atau mengurangi konsumsi kafein dan alkohol, menjaga pola konsumsi cairan yang secukupnya, tindakan pijat uretra, dilakukan untuk mengurangi rasa tidak tuntas pasca buang air kecil.” (red)