Citybuzz

Pengelolaan Diabetes dan Dislipidemia merupakan hal penting yang perlu mendapat perhatian khusus guna menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular.
Posted on Aug 13, 2021   |   Branding
Menurunkan Risiko Komplikasi Penyakit Jantung dan Kardiovaskular

Pengelolaan Diabetes dan Dislipidemia merupakan hal penting yang perlu  mendapat perhatian khusus guna menurunkan risiko komplikasi kardiovaskular. Masyarakat dihimbau  untuk mewaspadai hal ini dan segera berkonsultasi kepada dokter apabila menemukan gejala-gejala Diabetes dan Dislipidemia. 

Untuk diketahui diabetes secara dramatis akan meningkatkan berbagai risiko berbagai masalah kardiovaskular seperti  penyakit jantung koroner, stroke dan penyakit arteri perifer. Di lain pihak, pengelolaan Dislipidemia memerlukan strategi yang komprehensif yang tidak hanya mengendalikan kadar lipid namun juga faktor metabolik lainnya seperti hipertensi, diabetes dan obesitas.
 
Dalam Virtual Press Conference yang membahas Diabetes dan Dislipidemia beberapa waktu lalu, Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD, KEMD, Ketua Divisi Endokrin Metabolik  dan Diabetes, Departemen Penyakit Dalam FKUI-RSCM menjelaskan, “Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), peningkatan kadar trigliserida serta penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Di Indonesia, prevalensi Dislipidemia yang didefinisikan sebagai kolesterol total ≥160 mg/dl adalah  sekitar 36% (33,1% pada laki-laki dan 38,2% pada perempuan berusia ≥25 tahun). Pasien dengan Diabetes memiliki peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular hingga 2-4 kali lipat dan  peningkatan kematian 1,5 – 3,6 kali lipat kematian akibat komplikasi penyakit ini. Sebagian besar  penyakit kardiovaskular pada diabetes diakibatkan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang  semakin meningkat setiap tahunnya. Kenaikan kolesterol LDL pada Dislipidemia berhubungan langsung dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik (Athersclerotic Cardiovascular Disease/ASCVD). Penyakit kardiovaskular aterosklerotik merupakan penyebab utama penyakit kardiovaskular yang bertanggung jawab atas lebih dari 4 juta  kematian di Eropa setiap tahunnya.”

Dr. dr. Wismandari Wisnu, Sp.PD, KEM, Ketua Jakarta Diabetes Meeting 2021 menjelaskan, “Selain Dislipidemia, Diabetes juga merupakan penyakit yang perlu pengelolaan tepat agar mengurangi risiko komplikasi penyakit kardiovaskular. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 mencatat prevalensi Diabetes Melitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes. Prevalensi Diabetes Melitus (DM) pada penduduk 
berusia ≥15 tahun mencapai 10,9%. Angka tersebut hampir meningkat dua kali lipat dalam 10 tahun terakhir. “ 

Menurut estimasi WHO tahun 2016, Diabetes merupakan salah satu dari penyebab kematian terbanyak di Indonesia, dimana menyebabkan 6% dari seluruh total kematian. Diperkirakan, Diabetes 
ini juga akan menyebabkan hilangnya luaran ekonomi Indonesia sebesar 0,2 triliun dolar dari tahun 2012 hingga 2030. “Secara sederhana, Diabetes mengacu pada sekelompok penyakit yang mempengaruhi bagaimana tubuh menggunakan gula darah atau glukosa. Penyebab yang mendasari Diabetes bervariasi menurut  jenisnya, namun apapun jenis Diabetes, yang terjadi adalah kelebihan gula dalam darah dan hal ini akan memunculkan masalah kesehatan yang lebih serius,” tutur Dr. Wismandari

Diabetes sendiri dibagi menjadi dua, yaitu Tipe 1 dan Tipe 2. Tipe 1 terjadi ketika sistem kekebalan  tubuh menghancurkan sel penghasil insulin. Sedangkan pada DM tipe 2, tubuh tidak bisa menggunakan insulin secara normal dan pada akhirnya pankreas akan mengalami kegagalan dalam menghasilkan insulin.  “DM tipe 2 seringkali tidak bergejala hingga menimbulkan komplikasi. Namun demikian, terdapat  gejala klasih DM tipe 2, yakni sering haus (poliuria), sering pipis dan banyak pipis (polidipsia), sering merasa lapar (polifagia), dan penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Gejala lain dapat berupa badan terasa cepat Lelah, kesemutan, gatal, pandangan kabur, gangguan ereksi pada laki-laki, serta  gatal-gatal di kemaluan pada perempuan. Penting untuk segera memeriksaan diri ke dokter jika merasakan gejala-gejala tersebut. Hal ini penting, karena Diabetes bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya komplikasi yang lebih berbahaya,” jelasnya. 

Peningkatan kadar gula darah merupakan salah satu komponen sindroma metabolik yang merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular sendiri 
merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada penderita Diabetes. Seorang penderita diabetes dua kali lebih mungkin menderita penyakit jantung atau stroke daripada seseorang yang tidak menderita Diabetes. Penyakit kardiovaskular yang sering terjadi sebagai komplikasi pada Diabetes adalah penyakit jantung koroner (PJK), stroke dan penyakit arteri perifer (PAP). Dalam presentasinya ia juga mengatakan, “Ketiga penyakit tersebut terjadi jika ada sumbatan plakaterosklerosis di pembuluh darah, yang kemudian menyebabkan aliran ke jaringan terganggu dan kemudian menyebabkan kerusakan hingga kematian jaringan. Pada PJK yang terkena adalah pembuluh darah jantung, pada stroke adalah pembuluh darah di otak, dan pada PAP pembuluh darah yang terkena terutama di tungkai.” 

“Salah satu terapi utamanya adalah Insulin. Tahun 2021 merupakan tahun yang bertepatan dengan 100 tahun ditemukannya insulin. Penggunaan insulin pada pasien dengan Diabetes memiliki peran 
yang sangat penting, khususnya ketika penggunaan obat-obatan tidak lagi memberikan respons yang kuat untuk mengontrol gula darah atau kondisi khusus pada penyakit akut, tindakan pembedahan, 
atau kehamilan,” lanjut dr. Wismandari. 

“Berdasarkan durasi kerja insulin, insulin terbagi menjadi insulin kerja panjang dan insulin kerja pendek. Akan tetapi, dengan perkembangan teknologi, saat ini dimungkinkan adanya kombinasi insulin kerja panjang dan insulin kerja pendek dalam 1 buah sediaan. Hal ini memungkinkan pasien dengan DM untuk melakukan penyuntikan insulin dengan lebih jarang dengan kondisi gula darah yang lebih stabil tanpa disertai adanya kondisi hipoglikemia,” tutupnya. (red)

foto: freepik